/* Whatsapp css setting */ .tist{background:#35BA47; color:#fff; padding:2px 6px; border-radius:3px;} a.tist:hover{color:#fff !important;

Sunday, 26 April 2015

Honorary Consul untuk Upper Austria dan Salzburg


 
Seorang dokter dari Linz, Mr. Dr. Johannes Neuhofer, resmi dipilih sebagai Honorary Consul atau Konsul Kehormatan Republik Indonesia untuk propinsi Upper Austria dan Salzburg. Acara peresmian diadakan pada Jumat (10/04/2015).

Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperkuat hubungan dan kegiatan ekonomi Indonesia di lokasi-lokasi luar Wina. Honorary Consul juga merupakan vertretung (representation) untuk Warga Negara Indonesia yang berhubungan dengan pemerintah Austria setempat dalam beberapa hal yang menyangkut hukum, black list, penyewaan, pertukaran budaya dan kepentingan sosial.

Selain itu, seorang consul merupakan vertretung bagi warga negara Austria yang tertarik terhadap Indonesia, memberikan informasi dan atau saran, tentang hal yang berhubungan dengan Indonesia kepada warga Austria yang tertarik untuk investasi dan memperluas cabang perusahaan di Indonesia, atau untuk para peneliti.

Konsul Kehormatan adalah penghormatan terhadap seseorang yang telah berjasa dan berkontribusi terhadap suatu negara, namun tidak dapat dan tidak berhak mengeluarkan visa dan paspor.

Mr. Dr. Johannes Neuhofer adalah seorang dokter spesialis dermatologi, yang sekaligus peneliti dengan fokus penelitian obat-obat tradisional. Beliau meniliti tumbuh-tumbuhan yang biasa dijadikan obat tradisional di Indonesia.

Selain Honorary Consul untuk Upper Austria dan Salzburg, sebelumnya telah dipilih juga Honorary Consul untuk Carinthia, yaitu Mr. Christian Bradach dan untuk Ljubljana, yaitu Mr. Arne Mislej.



(Image Source: KBRI Wina) 

Saturday, 25 April 2015

Salam dari Wels!

by  Annisa Syafitri K


Halo, selamat menyambut musim semi, salam dari Wels!☺

Sebagai perkanalan awal, Wels merupakan salah satu kota kecil yang terletak di provinsi Upper Austria/ Oberosterreich, dengan luas area 45,92 km² dan berpenghuni sekitar 58.664 penduduk (Wikipedia, 1 Apr 2009).

Mungkin tidak banyak orang yang familiar dengan Wels, karena selain kotanya yang kecil Wels sepertinya memang bukan merupakan kota tujuan utama untuk berwisata. Selama hampir 7 bulan tinggal disini, kota ini saya rasakan cukup tenang untuk orang-orang yang menyukai suasana tempat tinggal yang jauh dari hingar bingar keramaian, namun fasilitas yang tersedia tetap menunjang segala kebutuhan warganya.

Ada beberapa fasilitas yang sangat akrab dengan kehidupan warga disini dan diantaranya bisa dikatakan sebagai landmark di kota ini. Mendengar Stad platz tentunya berbicara tentang pusat kota, tetapi di Wels tidak semua kegiatan atau acara dilakukan disini, namun ada satu acara yang pasti akan selalu diadakan disini setiap tahun yaitu pasar natal.


Beberapa acara mulai dari pameran lukisan hingga expo energi seringkali diadakan di Messe Wels.





Fasilitas umum seperti taman hijau dan jalur untuk pelari dan pesepedah tertata sangat apik dilengkapi dengan penerangan memadai, bangku-bangku taman dan tempat sampah selalu tersedia. Salah satu jalur lari dan bersepedah yang digemari terletak disepanjang pinggiran Sungai Traun.









Wels juga memiliki beberapa museum diantaranya Welios Science Center, Lebensspuren Museum, Stadtmuseum Wels - Minoriten / Archäologische Sammlung dan  Burg Wels. Setiap tahun biasanya diadakan acara musium malam, dimana warga Wels dapat berkunjung secara gratis pada satu malam di tanggal tertentu (http://www.wels.at/Verwaltung-und-Buergerservice/Pressecorner/Presseaussendungen/20140926-Lange-Nacht-der-Museen-Auch-Wels-macht-mit.html?:hp=3)


 Prasarana pendidikan di Wels diantaranya , Höhere Technische Bundeslehranstalt Wels, Berufschule 3 Wels, FH Oberosterreich Wels (kampus FH Oberosterreich untuk jurusan teknik dan sains).



 Kampus FH, terdiri dari jurusan reguler (rata-rata untuk jenjang S1) dan internasional (1 jurusan di jenjang S1 dan 2 jurusan di jenjang S2). Karena visinya untuk menjadi kampus yang lebih internasional dan jumlah mahasiswa internasional tiap tahunnya terus bertambah, maka setiap tahun akan ada acara international evening dimana setiap mahasiswa baru atau yang baru menyelesaikan exchange semester harus mempresentasikan sedikit kebudayaan negara asal mereka.
  


Beberapa keunikan yang saya temukan di Kampus FH ini yaitu tersedianya ruang khusus untuk bersantai saat istirahat bagi mahasiswanya dan terdapat pesta minum bir bersama yang diadakan di hari Kamis setiap 2 minggu sekali di halaman kampus.


Kondisi lalu lintas yang mendukung serta jarak yang serba berdekatan antar tempat (tempat tinggal, kampus, pusat belanja, terminal bus, dan stasiun kereta berada di radius kurang lebih 1km) menyebabkan mahasiswa cenderung memilih berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk menghemat biaya terutama disaat cuaca bagus.


Umumnya mahasiswa dizinkan untuk melakukan pekerjaan sampingan, sehingga bekerja merupakan pilihan bijak untuk mengisi waktu luang. Salah satunya terdapat mahasiswa indonesia yang berkuliah sambil bekerja memilih bekerja sebagai Aupair, dimana dia tinggal bersama sebagai Guest yang membantu mengasuh anak sang keluarga di tempat dia tinggal.

Kesadaran warga akan kesehatan sangat tinggi, semua orang mulai dari pelajar, pekerja/ karyawan, muda hingga tua pasti memiliki aktivitas fisik untuk menunjang kebugaran fisik mereka. Salah satu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa yaitu, mendaki gunung, berwisata keluar Wels, barbeque, pergi ke pusat kebugaran atau sekedar bermain bola bersama, bersepeda, dan jogging. 




Selain pelajar di Wels juga terdapat warga Indonesia yang berdomisili disini unuk kepentingan pekerjaan atau sudah berkeluarga dan memutuskan untuk tinggal disini. Sesekali mereka berkumpul untuk silaturahmi, beribadah atau merayakan ulang tahun bersama.





Kata Sambutan dari Koordinator Humas dan Pers

Horaaas rekan-rekan PPI Austria...!!!

Hope you all are in good condition and enjoying your spring time.

Emansipasi perempuan merupakan tema yang dipilih oleh PPI Austria untuk bulan April ini, yup! tema ini disesuaikan dengan Hari Kartini yang dirayakan setiap tanggal 21 April di Indonesia, nope! nggak mesti berkabaya kok, kecuali memang senang dan ingin mengenakan kebaya.

Emansipasi perempuan atau yang juga disebut gerakan feminisme merupakan filsafah moral yang berdiri atas dasar kesamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Tidak hanya muncul di belahan dunia Eropa, kita boleh berbangga karena pada awal tahun 1900an jauh sebelum Indonesia berdiri, kita telah memiliki perempuan-perempuan yang berani berjuang untuk hak mereka. Dewi Sartika dari Bandung, Maria Walanda Maramis dari Sulawesi Utara, dan tentunya RA Kartini dari Jepara yang saat ini adalah simbol dari gerakan emansipasi perempuan di Indonesia.

Dalam kesempatan ini PPI Austria mengucapkan selamat hari Kartini untuk semua perempuan hebat di Austria dan juga rasa terima kasih untuk semua laki-laki Indonesia yang turut menghargai dan menjunjung harkat dan martabat perempuan-perempuan di Indonesia.
Karena kita adalah sama. Sama-sama ciptaan Tuhan yang mulia dan berharga.

Tepuk PPIA! prokprokprokproook.....

Hari Emansipasi Perempuan

by: NCS

„Ibu kita Kartini, putri sejati, Putri Indonesia, harum namanya.
Ibu kita Kartini pedekar bangsa, pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia“

Teringat di saat masih duduk di bangku SD hingga SMA, saat memasuki bulan April, lagu Ibu Kita Kartini ini dinyayikan dengan penuh semangat oleh tim paduan suara saat upacara bendera setiap hari Senin. Tanggal 21 April yang ditetapkan sebagai hari libur biasanya diperingati dengan menyelenggarakan beragam lomba di sekolah; mulai dari lomba menghias tumpeng, lomba busana adat, lomba kebaya, lomba paduan suara, dan aneka lomba lainnya, tidak ketinggalan para siswi yang diwajibkan atau disarankan untuk mengenakan kebaya. Saat itu, tidak pernah terbesit tanya “mengapa berkebaya? ”. Rupanya, tradisi berkebaya ini mulai dipopulerkan pada era Orde Baru, dengan lebih mencitrakan sosok Ibu Kartini sebagai seorang “putri sejati”, daripada sebagai seorang pejuang. Dalam opini yang ditulis oleh Vissia Ita Yulianto di Jakarta Post empat tahun silam, ia berpendapat bahwa pergeseran sosok Kartini dari seorang pejuang emansipasi perempuan ke seorang putri sejati adalah salah satu alasan utama sebagian besar publik melupakan apa yang seharusnya dirayakan saat hari Kartini. Sosok RA Kartini jadi lebih condong dicitrakan sebagai seorang putri dengan pengaruh tradisi budaya jawa yang sangat kental; identik dengan keanggunan fisik, bertata krama, santun, dsb.

Seperti kata pepatah “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”, Kartini yang meninggal diusia yang cukup dini yaitu 25 tahun, tidak dengan mudah untuk dilupakan begitu saja, perjuangannya yang gigih untuk kesetaraan hak wanita tidak terkubur begitu saja bersama jasad beliau melainkan terus dilanjutkan oleh penerusnya. Semasa hidupnya, Kartini memiliki beberapa sahabat pena yang tinggal di Belanda, salah satunya adalah Jacques H. Abendanon. Abendanon lah yang setelah Kartini meninggal, berhasil menerbitkan buku yang berjudul ‘Door Duisternis tot Licht (Habis gelap terbitlah terang) ’ pada tahun 1911 yang merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis oleh Kartini dalam bahasa Belanda yang dikirimkannya kepada sahabat penanya di Belanda. Di dalam surat-suratnya, Kartini menyoroti mengenai pentingnya hak dan status perempuan di pulau Jawa. Beliau memprotes kebijakan saat itu yang hanya mengijinkan laki-laki dari kaum bangsawan saja yang boleh mengenyam bangku pendidikan. Beliau menginginkan persamaan hak perempuan yaitu kebebasan untuk belajar dan memperoleh pendidikan.

sumber: pusakaindonesia.org
Kartini tidak hanya satu-satunya wanita yang saat itu berjuang untuk hak perempuan, di awal tahun 1900an Dewi Sartika dari Jawa Barat dan Maria Walanda Maramis dari Sulawesi Utara juga tercatat sebagai pejuang hak perempuan. Dewi Sartika merupakan perintis pendidikan untuk kaum wanita dengan membangun Sakola Kautamaan Istri. Maria Walanda Maramis merupakan pendiri Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) yang juga berjuang untuk hak pilih wanita dalam ranah politik.

Lebih dari seratus tahun sudah perjuangan itu, tetapi sepertinya semangat masih harus terus dikobarkan apalagi ketika nyala api itu menjadi semakin redup oleh bergulirnya waktu. Perempuan Indonesia saat ini masih harus terus berjuangan karena masih kuatnya pemikiran sempit mengenai „kodrat perempuan dan dapur“ di masyarakat. Perempuan lebih banyak menerima cibiran dari masyarakat saat mereka memilih untuk mengejar karir dari pada berumahtangga, belum berumah tangga atau belum memiliki anak di atas usia 30 tahun, memutuskan tidak memiliki anak ataupun tidak menikah. Perempuan saat ini pun masih begitu terikat dengan standar sosial yang mengekang hak mereka untuk menentukan jalan hidup mereka masing-masing.

Tidak hanya itu, terpaan media dan budaya konsumerisme begitu megikat perempuan Indonesia saat ini. Mereka disuguhi oleh berbagai gossip infotainment, fashion, dan sinetron.. Perempuan adalah objek eksploitasi mulai dari rambut hingga ujung kaki. Lebih menyedihkan lagi adalah saat konsep ‘cantik’ itu distandardisasikan dan dikomersialisasikan demi profit yang berlimpah. Cantik itu putih, rambut lurus dan terawat, tubuh langsing, dan berpenampilan trendy, karena itu banyak yang takut dicap tidak gaul ataupun jadul jika tidak mengikuti trend yang sedang ‘in'.

Begitu juga dalam tatanan politik, keterlibatan wanita masih jauh daripada cukup. Dengan data statistik yang berbanding 50: 50 dengan total jumlah pria di Indonesia, seharusnya lebih banyak lagi perempuan Indonesia yang berperan aktif dalam dunia politik, khususnya terlibat dalam hal yang menyangkutan penentuan kebijakan-kebijakan umum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perempuan; hak perempuan dalam hal perceraian, hak memperoleh pendapatan pada saat dan setelah menyusui, hak memperoleh gaji yang setara dengan pria (dengan syarat kualifikasi kompetensi yang sama), dsb.

sumber: nationinchange.org
Emansipasi perempuan bukanlah merupakan bentuk dari perlawanan atau anti terhadap kaum lelaki, melainkan pergerakan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan melawan tindakan-tindakan tidak adil terhadap perempuan, karena seperti kaum lelaki, perempuan diciptakan untuk saling mengisi bukan hanya sekedar pelengkap. Oleh karena itu pada Hari Kartini ini, atau saya lebih senang menyebutnya dengan „Hari Emansipasi Perempuan“ kita, perempuan indonesia, tidak hanya sekedar merayakannya dengan mengenakan kebaya atau batik, ataupun sekedar memasang foto dan status mengucapkan Selamat Hari Kartini di social media tanpa mengetahui, bersyukur, dan memaknai perjuangan yang telah dirintis oleh penjuang-pejuang perempuan sebelumnya. Tongkat estafet sekarang ada ditangan kita, mari terus bergerak ke depan dan terus berkarya, mari saling menginspirasi bukan saling mencibir, mari saling menopang bukan saling menjatuhkan, mari saling mengingatkan bukan saling menyalahkan karena semua perempuan adalah berharga.

Friday, 24 April 2015

Vienna Marathon 2015





by Rafika Nurulhuda

Olahraga apa yang paling murah?

Lari.
Ya udah. Itu saja yang saya ingin katakan. (penulisnya lagi ngantuk berat.)

Ya, lari, atau mungkin bahasanya kerennya "jogging". Entah apa yang dikejar di depan sana.
Kata adik saya lari itu kurang seru karena seperti "ngejar sesuatu tapi gak dapet dapet."

Ya, mungkin. Tapi, lari itu manfaatnya banyak. Kita tanya saja Ulfah Nurzannah yang ikut berpartisipasi dalam Vienna Marathon 2015. Sudah 32 kali event ini diadakan dan sekitar 40,000 orang ikut berpartisipasi, dari 120 negara, diantaranya Indonesia.




(Penulis sedang membayangkan, alangkah indahnya jika di Indonesia juga bisa diadakan event seperti ini... jadi lebih fit, lebih produktif, meningkatkan kebersamaan.. tapi tambah banyak juga deh sampah dimana-mana... setiap acara publik di Indonesia pasti tambah banyak sampah dimana-mana, ya gak sih?)

Yuk, kita tanya Ulfah soal pengalamannya marathon pada 12 April kemarin.

1.  Di Vienna Marathon 2015, ikut berpartisipasi berapa kilometer?

"Aku ikut berpartisipasi untuk 21,097 km yang disebut Halb Marathon atau Half Marathon dari total keseluruhan 42 km."

2. Lokasi marathon tepatnya dimana dan half marathon itu dimana saja?

"Jadi Vienna City Marathon mempunyai 5 program: a) Coca Cola Run 2 km untuk anak-anak 6-10 tahun, b) Coca Cola Run 4 km untuk anak-anak 10-18 tahun, c) Vienna Marahon, 41,195 km, d) Relay Marathon 42,195 km. Start grup beranggotakan 4 orang. Aku dari grup Coca Cola."

Ini plan/ track Vienna City Marathon:


3. Apa syaratnya untuk bisa ikut marathon?

"Syaratnya hanya harus daftar dan bayar. Karena aku telat daftar, aku bayar 76 EUR. Aku masuk yang gelombang terakhir. Kalau daftar gelombang pertama lebih murah, bisa hanya 50-an EUR. Dapat chip time yang dipasang di sepatu untuk mengukur lari dan kecepatan saat race (tapi harus dibalikin lagi) dan dapat medali di finish.

4.  Apakah ini pertama kalinya dan apa saja persiapannya?

"Ya, ini halb marathon pertamaku. Persiapannya latihan dari Februari awal. Seminggu 4-5 kali. Asupan makanannya lebih banyak seperti karbohidrat dan minum air. Aku berlari bersama teman, Nathalie, tapi dia lebih cepat dari aku. Aku tidak memburu waktu" "




5. Boleh tahu, apa motivasi Ulfah untuk ikut berpartisipasi?

"Lari hanya sebatas hobi. Tapi halbmarathon ini salah satu resolusiku tahun ini."

6. Bagaimana rasanya ikut berpartisipasi dalam marathon kemarin?

"Aku excited banget, setiap seruan semangat bikin aku ceria sepanjang 21,2 km. Tak pernah aku lewatkan untuk bertepuk tangan atau high five dengan anak-anak yang melambaikan tangannya di pinggir jalan."

7. Menurut Ulfah, apa manfaat lari? 

"Bagus untuk kesehatan, penghilang penat, dan melatih kita disiplin. Tanpa latihan yang tekun, es leider night losgehen."


8. Apa saran Ulfah untuk para pemula yang ingin mulai "jogging"?

"Latihan yang rajin dan tekun. Perhatikan asupan makanan, pola tidur, app Nike+ juga bisa menjadi acuan kita, persiapkan sepatu yang tepat dan nyaman serta pakaian olahraga. Dan pantang menyerah. Untuk seberapa jauh kita lari itu bertahap. App Nike + juga sangat membantu (karena ada coach atau trainer dalam App tersebut yang kasih kita jadwal dan target."

9. Rencananya tahun depan mau berpartisipas lagi?

"Ya, ini halbmarathon pertamaku. Rasanya sangat  luar biasa karena aku bisa berlari sampai finish dan puas serta bersyukur atas semuanya. Terima kasih untuk semua yang selalu mendukung, teman serta keluarga. Tahun depan aku masih ingin ikut serta, ingin mencoba Relay Marathon. Semoga aku dapat rekan yang mau menjadi grup Relay tahun depan."




“Revolusi Sembako” Bikin Tempe Laris Manis

by Syifa Nurhanifah

Ketika kita masuk dalam supermarket, tak asing lagi jika kita menemukan produk-produk yang berlabelkan "Veggie".

Hal ini tak lain disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan para vegetarian dan vegan yang jumlahnya tiap tahun selalu meningkat. Di Austria sendiri jumlah masyarakat veggie sampai tahun 2013 berjumlah 760.000 orang atau 9% dari keseluruhan penduduk.

Berdasarkan EU-Eurobarometer, angka ini meningkat dari 2,9% di tahun 2005 (sekitar 238.000 orang) atau mencapai peningkatan sekitar 200% dalam kurun waktu 8 tahun (Sumber: österreichische Vegan-Gesellschaft).

Wow...! peningkatan yang luar biasa.

Kadang hati kecil ini bertanya-tanya, eh trend banget yah makan tanpa daging disini? Hmm.. penyebabnya apa sih?

Setelah berbincang-bincang dengan teman-teman yang veggie dan juga baca sana sini, akhirnya saya pun mengerti kenapa mereka memutuskan menjadi bagian dari masyarakat Vegeta (Veggies).

Jika dilihat dari definisinya sendiri, kita pun semua tau bahwa yang di maksud dengan Veggies adalah orang-orang yang hanya mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dan tidak makan daging. Atau mereka lebih dikenal dengan masyarakat Vegetarian. Namun bagi sebagian komunitas, menolak untuk mengkonsumsi daging sendiri tidak cukup untuk bisa dikatakan sebagai masyarakat Vegeta, yang secara hakikatnya memang harus benar-benar bebas dari kandungan hewani! 

Jadi segala makanan yang mengandung unsur hewani, apapun itu, haram hukumnya untuk di makan! Contohnya telur dan susu.. (wuah.. lebih susah nyarinya dong, dibandingkan makanan Halal untuk kaum muslim :D) Makanya komunitas ini membedakan diri dengan Vegetarian, dan menamakannya sebagai Vegan, yaitu pengerucutan dari kata VEGetariAN.

Jadi segala makanan yg mengandung unsur hewani, misal telur dan susu, entah itu kue, es cream, ataupun coklat harus bebas dari kandungan telur dan susu. Bagi sebagian besar masyarakat (seperti saya misal) mungkin hal ini tak bisa dibayangkan karena saya suka makan kue.. Apfestrudel, Topfenstrudel, spetzle, Mie kocok/goreng,  Sacher Torte, Marlenka, nutella, suka coklat, suka dadar gulung, suka... aaah pokoknya banyak deh yang mengandung telur, susu dan madu  and I can't live without it :D

Tapi jujur sejujur jujurnya, saya pribadi sangat salut dengan orang-orang yg memilih hidup sebagai Vegan. Bukan hanya alasan kesehatan saja mereka memilih hidup sebagai Vegan, namun juga sebagai rasa solidaritas sosial yang tinggi terhadap sesama makhluk hidup, yaitu sebagai bentuk respect mereka terhadap hewan; menolak exploitasi hewan, menuntut adanya keadilan pangan bagi petani dan juga peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi jumlah kosumsi daging. 

Btw, berdasarkan studi aktual dari Uni Wien  dan Netherlands En-vironmental Agency, 1Kg daging sapi yang diproduksi di Brazil mampu memproduksi 335 Kg CO2, yang bisa mecemarkan lingkungan sejauh 1.600 Km (hitungan ini berdasarkan Life Cycle Assessment). Atau sama saja dengan jarak antara Jakarta – Denpasar. (Wuidiih baru aja sekilo, efeknya buu, lumayan gede.)


(Sumber: https://vebu.de/themen/umwelt/klimawandel/1316-1-kg-rindfleisch-so-klimaschaedlich-wie-eine-1600-km-lange-autofahrt)

Oleh karena hal-hal yang disebut diatas tadi, masyarakat Vegan lebih mengutamakan untuk mengkonsumi produk-produk organic yang regional dan fair trade demi menjaga kelangsungan ekosystem dan mendukung sustainable development. Alasannya dikarenakan bahwa produk-produk organic bebas dari bahan kimia, memiliki kualitas tinggi, lebih menyehatkan daripada produk non-organic dan ramah lingkungan. 

Produk regional berarti produk lokal dan bukan import, alasannya untuk mengurangi polusi udara akibat transportasi dan distribusi produk-produk tersebut, dan fair trade-produk untuk mendukung adanya kedaulatan pangan bagi petani lokal dan keadilan sosial bagi buruh dan pekerja.

Kadang memang kita berfikir menjadi Vegan itu adalah hal yg extrem, karena tantangannya (bisa dikatakan) langsung terhadap pola dan nafsu makan kita, karena menjadi Vegan berarti kita harus merubah semua komposisi makanan yg mengandung unsur hewani dan menggantinya dengan komposisi yg berunsur nabati. Yaaa bisa kita katakan hal ini sebagai Revolusi Sembako. ;-)

Tapi berdasarkan pengalaman teman-teman yg menjadi Vegan,  semua tantangan ini (menariknya) malah menjadikan mereka lebih kreativ, khususnya dalam menciptakan alternativ makanan pokok. Untuk semua bahan makanan yg mengandung telur, mereka ganti dengan tepung kedelai, susu sapi mereka ganti dengan susu kedelai (bahkan ada juga rice milk! Aha...), madu diganti dengan marple syrup, daging diganti dengan tahu bahkan Tempe!! Ya.. iya tempe!! Tempenya orang Indo, he’eu!



Selain tahu, tempe yang dulu hanya bisa ditemukan di Asia Shop kini bisa ditemukan di segala supermarket yang berlabelkan Biomarkt. Apakah itu Denns, Veganz, Reformhaus, PLAN-Bio dan lain-lain. Lebih terpukaunya lagi, tempe ini diproduksi dan diolah secara regional di Austria dan Jerman oleh (ehm) orang eropa!! Wow bgt kan?! (siapa yang ngajarin, hayo..??!)

Tempe kini bukan cuma terkenal dan laris manis diburu oleh para Veggies di Eropa Tengah. Tempe juga (oleh orang sini) diolah dengan berbagai macam kreasi, apakah itu ala orang Asia atau juga Western style.  Dari mulai gemüse-Wok, tempe goreng sampai smoked tempe pun ada dan bisa di sulap menjadi bacon ataupun sosis! Resepnya bisa dicoba di: http://www.vegetariantimes.com/recipe/tempeh-bacon/

Nama Indonesia pun melejit ke atas di kalangan Veggies ini. Resep-resep masakan indonesia dicari dan dicoba oleh mereka. Bahkan ada beberapa teman Vegan yang pernah mencoba membuat tempe sendiri, namun sayangnya GAGAL. (yoweis bisa dicoba lagi)

Terlintas rasa bangga dong produk lokal masyarakat indonesia bisa mendunia seperti ini. Apalagi bahkan di hargai dan disanjung rasanya. Selain nasi goreng, mungkin kedepannya “tempe mendoan” akan tenar di Eropa. Siapa yang mau taruhan, yuk..?! ;-)

Yang terakhir, bagi kita-kita yang Omnivora :D dan peduli lingkungan (cie..), mungkin bisa memulai dengan mengurangi konsumsi daging yang berlebihan dan memperbanyak berdzikir daripada belanja.. (haha... huuuuuuuu....) :D :P

Eh makan tempe yuk? :P

Cerita di Awal Musim Semi: Dari Innsbruck untuk Austria

by Arko Jatmiko Wicaksono

“April Cemerlang”


Kebahagiaan kami penghuni kota kecil.. yang terletak di tepian sungai Inn.. semakin meluap, ketika kalender beranjak dari bulan Maret menuju bulan April. Semenjak pertengahan bulan lalu, kota ini sudah mulai diramaikan oleh berbagai festival menyambut datangnya musim semi. Atraksi pertunjukan jalanan mulai merebak di pusat-pusat keramaian: di Altstadt, di Maria Theresian Strasse, dan sebagainya. Bunga-bunga bermekaran indah, muda-mudi aktif berselancar ski. Dan kami tidak mau ketinggalan. Inilah saatnya menyanyikan lagu kesukaan saya: “Libur telah tiba..! hore..hore..!” 

Agenda besar kami kali ini ialah jalan-jalan ke “kastil-inspirator” adanya logo kartun Walt Disney: ‘Neuschwanstein Castle’ di Jerman. Tentu saja, untuk kesana, kami harus menyiapkan perbekalan lengkap seperti passport, kamera, tiket, dan tidak lupa kanvas! Kanvas?? Benar, kanvas. Karena pada liburan kali ini ada anggota rombongan yang berencana melukis pemandangan alam langsung di tempat kejadian! Hotspot, bro! 



Mengingat perjalanan cukup jauh dan melelahkan, 
maka ada baiknya persiapkan bekal makan/minum
 snack untuk dikonsumsi selama perjalanan. Pun bagi Anda yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Eropa (dan tidak bisa berbahasa Jerman – seperti saya), maka tidak ada salahnya untuk bersiap-siap membawa peta atau sediakan aplikasi google map di mobile Anda. Terkadang, jadwal transportasi (kereta) lokal di cancel/berubah rutenya sehigga harus siap-siap berbagai kemungkinan langkah antisipasi. 

Dengan ber-9 orang, kami berangkat dari kota Innsbruck. Destinasi pertama kami adalah menuju Garmisch. Dari Garmish perjalanan dilanjutkan dengan ganti bus ke arah Reutte in Tyrol.  Untuk diketahui, saat kami tiba di Garmish, maka kami harus memesan ulang tiket guna dipakai di wilayah Bavaria. 

“Gak ada loe gak rame! Coy..!”

Selain lebih akrab, piknik bersama teman-teman terasa lebih asyik dan mengesankan. Pun harga tiket jauh lebih murah saat kita memutuskan untuk membelinya secara berombongan. Tiket Bavarian yang kami beli di Garmish jatuhnya hampir 1/5 kali lipat dibanding jika kita hanya pergi jalan-jalan sebagai seorang single traveller (apalagi kalau single lady) – bisa bakal ditanya-tanya orang: “permisi Non, saya (pura-pura) mau numpang tanya. Kalau mau ke Fussen, arahnya kemana ya? Abang tersesat di hatinya Non, nih..?” # Nah,lho..  

Dari Garmish perjalanan kami lanjutkan menuju Reutte in Tyrol, untuk selanjutnya oper lagi dengan mini bus menuju ke Fussen. Mahalnya tiket perjalanan kali ini, rasanya terbayar lunas, saat kita memasuki daerah sekitaran Reutte in Tyrol. Disana kami disuguhi dengan panorama alam yang luar biasa cantik dan mempesona.. Ladang hijau nan luas hijau kecoklatan, rumah khas gaya Eropa yang eksotik dan pegunungan Alpen dengan toping salju yang menawan.. daya pikatnya begitu kuat, seolah-olah seperti cerita ‘seorang pangeran yang terpesona dengan kecantikan sang putri impian’.



Sesampainya di Fussen, rombongan turis asal
Jepang, Korea dan Cina memadati bus yang akan mengantar kami menuju kastil. Untuk bisa masuk ke kastil tersebut kita masih harus merogoh gocek sekitar 12 Eur/orang. Di sana ada pilihan bahasa, dengan bahasa apa kita ingin si tour guide mengantar? Biasanya jam sekian khusus ditujukan bagi pengunjung yang ingin diberi penjelasan oleh tour guide berbahasa Italia. Jam berikutnya untuk tour guide berbahasa Jerman, Inggris dan seterusnya. Nah, ini dia kastilnya..


“Sekilas tentang Kastil Neuschwanstein”














Kastil yang dibangun pada abad ke-19 ini terletak di puncak pegunungan di Jerman, di dekat Hohenschwangau dan Füssen, Bayern barat daya. Kastil ini dibangun oleh Ludwig II dari Bavaria. Walaupun pemotretan interior kastil tidak diperbolehkan, kastil ini merupakan bangunan yang paling banyak difoto di Jerman. Tempat ini merupakan salah satu destinasi pariwisata.  Kastil ini telah dibuka untuk umum sejak tahun 1886 dan setiap tahun, sekitar 1.3 juta orang mengunjungi kastil ini, dengan 6.000 orang per hari pada musim panas. [“hasil comot dari Wikipedia”]. 



Nah, selama di kastil, ada cerita bergambar terpampang di dinding-dinding kastil tersebut, dipakai sebagai interior dalamnya. Hal menarik yang saya amati dari kastil ini ialah ketepatan pemilihan tempat pembangunan kastilnya. Berada di atas bukit, dengan dikelilingi oleh sungai, lembah, danau, serta pemandangan tanah lapang yang begitu indah dapat kita saksikan ketika kita melongok keluar dari jendela dalam kastil tersebut. Rasanya tidak lengkap jika kita berlibur cuma beberapa jam saja. Tapi apa boleh dikata. Semoga bisa dilanjut lagi di lain kesempatan. Demikianlah sedikit cerita untuk mengawali musim semi di benua Eropa. 





Dari Innsbruck, bercerita untuk Austria. Salam.





Wednesday, 22 April 2015

An Apple Cake a Day Keeps the Doctor Away!



By Evi Mulyani

Saya bukan penggemar apel, tetapi sebenarnya banyak manfaat yang terkandung dalam buah ini. Berdasarkan penelitian yang pernah saya dengar, mengonsumsi apel bisa mengurangi risiko kanker usus besar, kanker prostat, dan kanker paru-paru. Betul tidak, teman-teman?

Karena saya suka membuat kue dan kebetulan kali ini saya punya banyak stok apel. Maklum, kalau sudah banyak tugas yang harus dikerjakan dan tidak ada waktu untuk memasak apapun, membuat kue apel sangat praktis dan bisa menjanggal perut yang keroncongan.

Karena perut saya sudah "bernyanyi", saya akhirnya mencari resep kue apel dengan campuran crumble atau dalam bahasa Jerman "Apfelkuchen mit Streusel" atau "Apple Pie with Crumble Mixture".

Sangat mudah dan tidak terlalu memakan waktu lama. So, langsung aja yuk baca pengalamanku.

Bahan-bahan yang di butuhkan adalah:

300 gr Terigu

200 gr Butter atau Margarine

100 gr Gula Pasir

1 butir Telur


Bahan isi:

6 Apel (kalau bisa yang agak asam)

1 Pack Vanillapuding

Sedikit Butter

Sedikit susu

Jeruk nipis

Sedikit Gula


Untuk Bahan campuran crumble:

200 gr Margarine atau Butter

275 gr Terigu

125 gr Gula halus

Sedikit garam


Cara membuat:

- Pertama-tama, masukan butter kedalam mixer, setelah butter tercampur dengan rata, kita masukan satu butir telur.

- Kemudian campur adonan butter dan telur tadi dengan gula pasir. Terigu yang disaring kita campur dengan adonan. Setelah tekstur bahan terlihat crumble, kita bisa membentuknya seperti bola, dan bahan bola tadi kita masukan ke dalam lemari es selama 15 menit.

Sambil menunggu bahan bola tadi... kita olah bahan-bahan isi:
- Kupas apel dan potong dadu besar. Kemudian masak butter kedalam panci, dan setelah butter agak melumer masukan potongan apel.

- Masukan air perasan jeruk nipis ke dalam panci yang berisi apel tadi. Kita tunggu selama 3 menit.

- Selama menunggu, kita bisa mengolah bahan yang berbentuk bola tadi, dengan penggilas adonan, kita gilas bahan bola tadi. Setelah terlihat merata bahannya, kita bisa mengukur bahan tadi dengan bentuk loyang yang kemudian akan diisi dengan bahan isi.

- Kita bisa taruh loyang di atas bahan yang sudah digilas tadi, dan potong sesuai dengan bentuk loyang. Setelah terbentuk, kita masukan bahan itu kedalam loyang yang sudah dilumuri butter dan terigu. Sisa dari bahan tadi bisa kalian taruh di dinding-dinding loyang.

Untuk menyiapkan puding yang juga kita campur ke dalam panci yang berisi apel tadi, caranya kita campur 1 bungkus Vanilapuding itu kedalam mangkuk yang sudah berisi susu, aduk rata. Setelah  rata, kita masukan ke dalam panci yang berisi apel tadi. Jangan lupa untuk aduk perlahan dan teratur.

Setelah bahan isi selesai, kita masukan bahan isi kedalam loyang dengan merata.

Jangan lupa untuk membuat crumble mixture nya. Dengan butter atau margarine yang sudah lumer dimasak, kemudian masukkan dan mix semua bahan-bahan crumble mixture yang sudah disebutkan (di atas). Kemudian taburkan hasil crumble mixture tadi di atas loyang yang sudah berisi apel. Masukkan kedalam oven dengan suhu panas sedang selama 30 menit.

Setelah Apfelkuchen tadi selesai, kita diamkan dan dinginkan. Sebaiknya diamkan bermalaman dan sajikan besoknya. Dikarenakan puding yang masih lumayan mencair setelah di oven.

Sooooo selamat mencoba ya ;-) gutes gelingen!!!






Phd Story: Dhota Pradipta (Wina)


by Terra Rimba



Phd Story kali ini, datang dari lelaki kelahiran Malang, 25 Agustus 1986. Dia adalah Dhota Pradipta.

Dhota mengambil Program S3 dengan program studi Geodesy and Geoinformatics - Advanced Geodasy di Technische Universitat (TU) Wien dan sedang menunggu ujian akhir saat ini.

Apa sih Geodesy and Geoingormatics - Advanced Geodasy itu?

"Investigasi sinyal GNSS (Global Navigation Satellite System), dalam hal ini modernized GPS(US) dan Galileo (European Union) untuk penentuan posisi.
GNSS terdiri dari GPS (US), Galileo (EU), Glonass (Russia), Beidou (China), dan yg bersifat komplemen/pelengkap adalah QZSS (Japan) dan IRNSS (India). Sinyal pada setiap satelit ada 2 tipe yaitu,

data code - data informasi untuk navigasi, biasa digunakan untuk navigasi mobil, kapal, dan pesawat, dan memiliki akurasi desimeter hingga meter.

data fase - merupakan sinyal pembawa code, biasa digunakan untuk riset, contohnya untuk earth science (gempa bumi, deformasi gunung api, monitoring high and massive bulding, weather prediction, dll) dan  military purposes (precision guided ammunition - smart bomb, artilerry shell, dll), memiliki akurasi milimeter hingga centimeter. Nah, riset saya menggunakan data fase pada satelit Galileo.

Galileo punya 2 jenis data fase, E1, E5 (yang terdiri dari E5a dan E5b dengan bandwidth dan frekuensi masing2).

Sederhananya, yang saya lakukan adalah: memverifikasi bahwa sinyal E5 Galileo dapat memberikan performa terbaik dan mampu bertahan dari efek pelemahan sinyal yang disebabkan oleh lapisan ionosfer dan  efek propagasi sinyal dalam penentuan posisi"



Bagaimana proses penelitian selama ini dan tantangan apa saja sih yang seringkali dihadapi?

"Proses penelitian menggunakan real data yang dikomparasikan dengan data dari simulator. Sinyal satelit yang diterima kemudian saling dikombinasikan (nama metodenya double differencing and linear combination) untuk mereduksi gangguan saat sinyal dalam perjalanan dari satelit ke alat penerima. 

Tantangannya adalah ketersediaan data, karena satelit Galileo yang aktif baru sedikit dan alat penerima sinyal yg belum banyak digunakan karena sistem Galileo direncanakan baru akan aktif tahun 2020, saat ini baru tahap tes dan belum dapat digunakan oleh umum."

Lelaki yang mempunyai hobi hiking, trekking dan fotografi ini menceritakan juga tentang suka duka dan juga pengalaman yang dialami selama mengerjakan penelitian.

"Menunggu data Galileo dari ESA (European Space Agency), waktu nunggunya itu bisa bulanan, belum kalau ada problem dan perlu dikoreksi, efeknya bakal nunggu lagi. Pernah juga beberapa kali mimisan depan komputer dan bisa tidur siang gara-gara ada kasur untuk ibu hamil di ruangan (punya kolega satu ruangan), profesor yg cerewet masalah perspektif penulis (beda style)"

Meskipun tantangan yang besar untuk melakukan penelitian tersebut, tidak mengurungkan niat Dhota mengisi waktu luangnya sekaligus menyalurkan hobi nya dengan jalan - jalan keliling Austria bersama teman-teman. Menurutnya Austria merupakan tempat terbaik untuk menyalurkan hobi fotografi nya. 




Apa hasil dari penelitian yang telah dilakukan Dhota?

"Sinyal E5 Galileo memiliki potensi dan kelebihan daripada sinyal lainnya terutama kemampuan sinyal bertahan  terhadap obstruksi dari atmosfer dan propagasi. E5 memiliki performa terbaik bila dikombinasikan dengan sinyal GNSS lainnya sehingga bisa dijadikan sebagai alternatif untuk penentuan posisi selain GPS."

Sudah ada rencana apa setelah lulus?

"Jika mendapatkan kesempatan, akan mencari post doc di Eropa terutama ke practical applications."

Kita doakan agar Dhota selalu sukses ya ke depannya apa pun yang dilakukan.

Monday, 20 April 2015

PhD Story: Nurfitriani (Graz)

by: Rasmi Silasari

Imut penampakannya, lembut suaranya dan manis wajahnya (maaf kalau agak gombal tapi memang bener—tanya aja suaminya ya kan Ken); itulah Nurfitriani, biasa disapa Fitri, mahasiswi tahun pertama S3 Molecular Biotechnology TU Graz. Walaupun tergolong muda banget, lahir 1 Mei 1991 di Bandung, Fitri sudah menyelesaikan studinya di Kimia ITB dan melanjutkan studi doktoral di Graz, Austria. Mungkin ada pembaca yang bertanya-tanya, "semangat banget sih si eneng ini studi S3 di usia yang belia? memang molecular biotechnology itu segitu menyenangkannya kah?" Jawabannya 'iya', karena kapan lagi kalian bisa punya piaraan banyak yang bisa diutak-atik gennya tanpa ditodong PETA? Tapi mungkin lebih tepatnya lagi: 'iya', karena kapan lagi bisa kuliah di Eropa barengan suami tercinta? ;p


 
 Nggak salah toh kalo aku bilang imut & manis :D

Sekelumit intermezzo tentang Fitri: (preventive measure untuk kalian yang siap-siap mau naksir) kalau ada yang pernah kenal Keni lulusan S3 Kimia di Uni Wien hai Ken, beliau ini adalah Pak Fitri sejak tahun 2013 lalu. Demi menyusul sang suami inilah salah satu motivasi Fitri mencari S3 ke Austria (motivasi lain pasti untuk riset dan sains dong! *background music Star Wars*). Setelah alhamdulillah mendapat jawaban positif dari pembimbing di TU Graz dan pendanaan beasiswa OeAD, ternyata Pak Fitri yang sudah lulus tahun 2014 hai lg Ken mendapatkan posisi postdoc di Uni Helsinki. Berhubung beliau nampaknya betah di sana, sepertinya kecil kemungkinan akan berkehidupan di Austria lagi dalam waktu dekat.... Yah, tapi paling nggak lumayan lah ya masih bisa naik bus seharian kalau mau saling berkunjung~

Hmmm ini kenapa jadi ngomongin Pak Fitri sih gmn ini Ken. Kembali ke Fitri betulan, kalau penasaran dengan topik riset dan kehidupannya di Graz, silakan simak wawancara berikut!


  Jalan-jalan dengan anak-anak Erasmus

1. Riset Phd-nya tentang apa sih Fit?
Programnya lebih ke arah genetic engineering di ragi, jadi memodifikasi sel agar menghasilkan suatu produk (protein, enzyme,dll) atau sistem sel yang diinginkan. Kerjaannya lebih ke arah cloning, mutasi gen, menghilangkan dan menambahkan suatu gen ke dalam genome suatu makhluk hidup (ragi).

2. Sedang dalam tahapan apa sekarang? 
Untuk saat ini masih literature study dan magang di project senior agar lebih tahu teknik yang umum digunakan di lab seperti apa.

3. Tantangan, hambatan dan aral-melintang yang sudah ditemui?
Tantangannya banyak sih, hehe. Yang pertama itu masalah adaptasi, karena ini baru pertama kali saya jauh dari keluarga dan sekalinya pergi dari rumah langsung jauh banget. Yang kedua perbedaan culture di sini dengan di Indonesia, kadang suka ngerasa kikuk sama temen-temen di lab, apalagi kalau ada party... hehe. Mulainya malam banget dan ngobrolnya lama banget (nggak kuat nahan ngantuk!). Tapi alhamdulillah mereka baik2 dan care. Yang terakhir kualitas penelitian di sini jauh banget dengan di Indonesia. Awal-awal baca paper banyak nggak ngertinya, ngerasa nggak tau apa-apa. Alhamdulillah lambat laun bisa mengikuti. Sekarang setelah 4 bulan baru bisa mulai enjoy sekolah di sini.

4. Ada suka dan duka atau pengalaman menarik selama 4 bulan ini?
• Suka:
Banyak ilmu baru yang didapatkan, soalnya untuk biotechnology di ragi, lab saya yang sekarang termasuk salah satu lab yang leading di bidang tersebut di dunia. Dulu waktu sekolah di Indonesia cuma tahu sebatas teori. Di sini karena fasilitasnya bagus banget, jadi nggak cuma tahu teori aja tapi juga penggunaan dan aplikasinya seperti apa. Di lab yang sekarang hampir semua mahasiswa S3 menghasilkan paten, semoga saya juga bisa menghasilkan paten. Aamiin.

Dulu di Indonesia penelitiannya ke arah biotechnology ragi juga. Setelah ikut kuliah dan seminar di sini ternyata penelitian yang saya lakukan di Indonesia dulu banyak salahnya, hohoho... Ini sebagai proses meningkatkan kuaitas diri juga, karena setelah menjalani sekolah di luar negeri ternyata nggak semudah yang dibayangkan—butuh kesabaran dan persistensi tinggi, hehe.

• Duka:
Profesor saya sibuk banget, jadi susah banget untuk diskusi. Kalau mau diskusi biasanya butuh 2 minggu untuk buat appointment. Kalau dulu ada senior yang men-training dan bisa dijadikan teman diskusi projek di lab, tapi sekarang senior tersebut sudah lulus bulan Februari lalu dan postdoc di Australia. Jadi sekarang dituntut lebih mandiri lagi.

• Pengalaman menarik :
Sebulan lalu saya ambil lab course dan selama lab course saya ngerasa 'wow' banget karena profesor sendiri terjun langsung ke lab. Beliau sendiri yang ngasih briefing dan mengawasi selama praktikum berlangsung (3 minggu, dari jam 12 siang sampai 7 malam) dan asisten praktikumnya postdoc semua. Ngerasa 'wow' karena dulu di Indonesia biasanya dosen nggak terjun langsung seintensif itu di mata kuliah praktikum, biasanya cuma pengawas di awal-awal praktikum saja.

5. Sudah ada hasil dari progress sekarang?
Belum ada karena masih di studi literatur. In sya Allah bulan depan udah mulai experiment di lab.

6. Lalu apa nih untuk rencana ke depannya?
Kalau setelah S3 ini kayaknya mau rehat dulu sebentar, pengen punya dedek bayi dulu. Kalau diijinkan suami pengennnya postdoc di negara dan kota yang sama dengan suami, hehehe...

7. Di Graz ada kegiatan rutin selain studi?
Apa ya? Paling di Graz suka ikut pengajian ibu-ibu 2 minggu sekali. Terus ada rencana ambil kursus Jerman bulan depan.

Bersama ibu-ibu pengajian di Graz

Terima kasih banyak ya Fitri, sudah mau diwawancara oleh blog PPIA! Jangan kapok ya nampang di artikel blog ;D Semoga studinya lancar, eksperimennya sukses, harapannya tercapai, makin betah di Graz dan nggak kejar-kajaran negara lagi dengan suami iya nggak Ken. Aamiin!

Saturday, 18 April 2015

Vegetarian Recipe Quinoa by Daniela Paredes




Hallo teman-teman,

Daniela Paredes, asal Ekuador, ingin berbagi tips makanan vegetarian dan sekalian melancarkan bahasa Indonesianya :) 

Bahan-bahan yang diperlukan:
  • Bawang merah (potong kecil)
  • Bawang putih (potong kecil)
  • Jahe (3 cm, diulek)
  • Quinoa (merah dan putih)
  • Beras
  • Linsen
  • Serbuk kayu manis
  • Olive oil
  • Tomat
Untuk 3 porsi.
Panci 1: Satu gelas beras dan quinoa putih dan merah, digoreng sebentar dengan olive oil.
Panci 2: Jahe diulek kemudian digoreng sebentar, masukkan potongan bawang merah, bawang putih, dan tomat.
Panci 1: tambah air 2 gelas dan tunggu 15-20 menit
Panci 2: tambah satu gelas linsen dan tambah air, kayu manis dan garam, tutup dan tunggu 15-20 menit

Mudah atau mudah?

Selamat mencoba!

Book Review: Smart Woman Finish Rich by David Bach



by Arlavinda Rezqita
 
"Latte Factor"

Are you the type of girl who likes to stop by in a coffee house for morning coffee before going to university or work because you are too extremely busy?

If you are, I urge you to think about it. You and most people need morning coffee, otherwise you would probably look “not 100% fine” a whole day. However, do you really need to buy it from the coffee house every single morning, instead of preparing by yourself at home or at office which is even free?

A cup of espresso, cappucino, coffee latte, name it… let's say costs 3 EUR. 3 EUR doesn't seem much, right? But if you sum it up, it will cost you 90 EUR/month and 1080 EUR/year! Oh maan, you can buy a ticket to… Machu Picchu! or taking 6 months trip in our beloved country from Sabang sampai Merauke! Or spending it for something more “important” for you.


What I am trying to say is that most people like spending their money without noticing it. That's called Latte Factor. I learned by heart from the book Smart Women Finish Rich, written by David Bach.

The motivation behind purchasing this secondhand book from Housing Works Bookstore Cafe was that I had almost zero knowledge about finance. Don't get me wrong. My parents of course told me some core financial lessons, like "don't spend more than you earn, don't buy anything you can't afford" kind of stuff,  which are mostly what other parents said to their kids.

Now, the question… is the book worthwhile to read? Especially for women. Let’s figure out. The book starts with a brief introduction about why individuals should get the basic of personal finance. It doesn’t matter if you are a student, a working woman or a home-stay Mom.

Because anyway, as a woman, we should be able to manage our money or family money later on. Afterwards, Bach wrote several steps for achieving the financial security. In my opinion, not all of them can be easily applied to every individuals. However, here I list some fundamental and easily applied points. Based on my experience, small steps yet sustainable are more likely to stick, compared to a big and crazy idea.

Ok, so here we go. First, put your money where your values are. Value means what is important to you? It’s different for each individual for sure. Make a list. For e.g : family,  independence, education, security, freedom, confidence, charity, etc. Still too abstract? No problem.

Then now, you can define your goals which are in line with your values. Define specifically what your goals are, as specific as possible until they are measurable. For e.g: I would like to travel the world – where exactly? South Africa? China? Bali? and how long? Or I would like to buy a house – ok, which house? How much does it cost approximately? Or… errr, I would like to get married. Like when? (of course after you know whom you’re going to marry!). LOL.

Second, figure out where you stand and where you want to go. Get started now by being organized financially. You don’t need to make a complete financial plan for the rest of your life. That’s way too much. I mean if you have a debt, pay now! Basic rule is pay yourself first. Then you can save up for something else. You can make a plan for 6 months, a year, 3 years, as you want.

Third, use the power of Latte Factor. I make it more clear now. Latter factor is not only about a cup of coffee, but also any few small pieces which you can trim from your daily life and then you can save a huge amount of money overtime. So from now on, every time you want to go for impulsive shopping, ask yourself before going to cashier: “do you really need this stuff?”

The book goes on into more details about investment, retirement, etc. So if you are interested to be financially independent, reading this book is worthwhile. I would say, this book is not only aimed to women, but also for men. Now let me ask you, can you recall a person you know who seems to get whatever she/he wants? I mean someone around you. So, people like Prince Harry or Bill Gate doesn’t take into a count in this case.

Basically two things they have in common to realize their dreams: (1) They IDENTIFY specifically what their dreams are. (2) They create a PLAN to finance them. That may sound pretty obvious, but you know what? Most people never do it.

One question leaves, What's your Latte Factor?