by Syifa Nurhanifah
Ketika kita masuk dalam supermarket, tak asing lagi jika kita menemukan produk-produk yang berlabelkan "Veggie".
Ketika kita masuk dalam supermarket, tak asing lagi jika kita menemukan produk-produk yang berlabelkan "Veggie".
Hal ini tak lain disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan para vegetarian dan vegan yang jumlahnya tiap tahun selalu meningkat. Di Austria sendiri jumlah masyarakat veggie sampai tahun 2013 berjumlah 760.000 orang atau 9% dari keseluruhan penduduk.
Berdasarkan EU-Eurobarometer, angka ini meningkat dari 2,9% di tahun 2005 (sekitar 238.000 orang) atau mencapai peningkatan sekitar 200% dalam kurun waktu 8 tahun (Sumber: österreichische Vegan-Gesellschaft).
Wow...! peningkatan yang luar biasa.
Kadang hati kecil ini bertanya-tanya, eh trend banget yah makan tanpa daging disini? Hmm.. penyebabnya apa sih?
Setelah berbincang-bincang dengan teman-teman yang veggie dan juga baca sana sini, akhirnya saya pun mengerti kenapa mereka memutuskan menjadi bagian dari masyarakat Vegeta (Veggies).
Jika dilihat dari definisinya sendiri, kita pun semua tau bahwa yang di maksud dengan Veggies adalah orang-orang yang hanya mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dan tidak makan daging. Atau mereka lebih dikenal dengan masyarakat Vegetarian. Namun bagi sebagian komunitas, menolak untuk mengkonsumsi daging sendiri tidak cukup untuk bisa dikatakan sebagai masyarakat Vegeta, yang secara hakikatnya memang harus benar-benar bebas dari kandungan hewani!
Jadi segala makanan yang mengandung unsur hewani, apapun itu, haram hukumnya untuk di makan! Contohnya telur dan susu.. (wuah.. lebih susah nyarinya dong, dibandingkan makanan Halal untuk kaum muslim :D) Makanya komunitas ini membedakan diri dengan Vegetarian, dan menamakannya sebagai Vegan, yaitu pengerucutan dari kata VEGetariAN.
Jadi segala makanan yg mengandung unsur hewani, misal telur dan susu, entah itu kue, es cream, ataupun coklat harus bebas dari kandungan telur dan susu. Bagi sebagian besar masyarakat (seperti saya misal) mungkin hal ini tak bisa dibayangkan karena saya suka makan kue.. Apfestrudel, Topfenstrudel, spetzle, Mie kocok/goreng, Sacher Torte, Marlenka, nutella, suka coklat, suka dadar gulung, suka... aaah pokoknya banyak deh yang mengandung telur, susu dan madu and I can't live without it :D
Tapi jujur sejujur jujurnya, saya pribadi sangat salut dengan orang-orang yg memilih hidup sebagai Vegan. Bukan hanya alasan kesehatan saja mereka memilih hidup sebagai Vegan, namun juga sebagai rasa solidaritas sosial yang tinggi terhadap sesama makhluk hidup, yaitu sebagai bentuk respect mereka terhadap hewan; menolak exploitasi hewan, menuntut adanya keadilan pangan bagi petani dan juga peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi jumlah kosumsi daging.
Jadi segala makanan yg mengandung unsur hewani, misal telur dan susu, entah itu kue, es cream, ataupun coklat harus bebas dari kandungan telur dan susu. Bagi sebagian besar masyarakat (seperti saya misal) mungkin hal ini tak bisa dibayangkan karena saya suka makan kue.. Apfestrudel, Topfenstrudel, spetzle, Mie kocok/goreng, Sacher Torte, Marlenka, nutella, suka coklat, suka dadar gulung, suka... aaah pokoknya banyak deh yang mengandung telur, susu dan madu and I can't live without it :D
Tapi jujur sejujur jujurnya, saya pribadi sangat salut dengan orang-orang yg memilih hidup sebagai Vegan. Bukan hanya alasan kesehatan saja mereka memilih hidup sebagai Vegan, namun juga sebagai rasa solidaritas sosial yang tinggi terhadap sesama makhluk hidup, yaitu sebagai bentuk respect mereka terhadap hewan; menolak exploitasi hewan, menuntut adanya keadilan pangan bagi petani dan juga peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi jumlah kosumsi daging.
Btw, berdasarkan studi aktual dari Uni Wien dan Netherlands En-vironmental Agency, 1Kg daging sapi yang diproduksi di Brazil mampu memproduksi 335 Kg CO2, yang bisa mecemarkan lingkungan sejauh 1.600 Km (hitungan ini berdasarkan Life Cycle Assessment). Atau sama saja dengan jarak antara Jakarta – Denpasar. (Wuidiih baru aja sekilo, efeknya buu, lumayan gede.)
(Sumber: https://vebu.de/themen/umwelt/klimawandel/1316-1-kg-rindfleisch-so-klimaschaedlich-wie-eine-1600-km-lange-autofahrt)
Oleh karena hal-hal yang disebut diatas tadi, masyarakat Vegan lebih mengutamakan untuk mengkonsumi produk-produk organic yang regional dan fair trade demi menjaga kelangsungan ekosystem dan mendukung sustainable development. Alasannya dikarenakan bahwa produk-produk organic bebas dari bahan kimia, memiliki kualitas tinggi, lebih menyehatkan daripada produk non-organic dan ramah lingkungan.
Produk regional berarti produk lokal dan bukan import, alasannya untuk mengurangi polusi udara akibat transportasi dan distribusi produk-produk tersebut, dan fair trade-produk untuk mendukung adanya kedaulatan pangan bagi petani lokal dan keadilan sosial bagi buruh dan pekerja.
Kadang memang kita berfikir menjadi Vegan itu adalah hal yg extrem, karena tantangannya (bisa dikatakan) langsung terhadap pola dan nafsu makan kita, karena menjadi Vegan berarti kita harus merubah semua komposisi makanan yg mengandung unsur hewani dan menggantinya dengan komposisi yg berunsur nabati. Yaaa bisa kita katakan hal ini sebagai Revolusi Sembako. ;-)
Kadang memang kita berfikir menjadi Vegan itu adalah hal yg extrem, karena tantangannya (bisa dikatakan) langsung terhadap pola dan nafsu makan kita, karena menjadi Vegan berarti kita harus merubah semua komposisi makanan yg mengandung unsur hewani dan menggantinya dengan komposisi yg berunsur nabati. Yaaa bisa kita katakan hal ini sebagai Revolusi Sembako. ;-)
Tapi berdasarkan pengalaman teman-teman yg menjadi Vegan, semua tantangan ini (menariknya) malah menjadikan mereka lebih kreativ, khususnya dalam menciptakan alternativ makanan pokok. Untuk semua bahan makanan yg mengandung telur, mereka ganti dengan tepung kedelai, susu sapi mereka ganti dengan susu kedelai (bahkan ada juga rice milk! Aha...), madu diganti dengan marple syrup, daging diganti dengan tahu bahkan Tempe!! Ya.. iya tempe!! Tempenya orang Indo, he’eu!
Selain tahu, tempe yang dulu hanya bisa ditemukan di Asia Shop kini bisa ditemukan di segala supermarket yang berlabelkan Biomarkt. Apakah itu Denns, Veganz, Reformhaus, PLAN-Bio dan lain-lain. Lebih terpukaunya lagi, tempe ini diproduksi dan diolah secara regional di Austria dan Jerman oleh (ehm) orang eropa!! Wow bgt kan?! (siapa yang ngajarin, hayo..??!)
Tempe kini bukan cuma terkenal dan laris manis diburu oleh para Veggies di Eropa Tengah. Tempe juga (oleh orang sini) diolah dengan berbagai macam kreasi, apakah itu ala orang Asia atau juga Western style. Dari mulai gemüse-Wok, tempe goreng sampai smoked tempe pun ada dan bisa di sulap menjadi bacon ataupun sosis! Resepnya bisa dicoba di: http://www.vegetariantimes.com/recipe/tempeh-bacon/
Nama Indonesia pun melejit ke atas di kalangan Veggies ini. Resep-resep masakan indonesia dicari dan dicoba oleh mereka. Bahkan ada beberapa teman Vegan yang pernah mencoba membuat tempe sendiri, namun sayangnya GAGAL. (yoweis bisa dicoba lagi)
Terlintas rasa bangga dong produk lokal masyarakat indonesia bisa mendunia seperti ini. Apalagi bahkan di hargai dan disanjung rasanya. Selain nasi goreng, mungkin kedepannya “tempe mendoan” akan tenar di Eropa. Siapa yang mau taruhan, yuk..?! ;-)
Yang terakhir, bagi kita-kita yang Omnivora :D dan peduli lingkungan (cie..), mungkin bisa memulai dengan mengurangi konsumsi daging yang berlebihan dan memperbanyak berdzikir daripada belanja.. (haha... huuuuuuuu....) :D :P
Eh makan tempe yuk? :P
No comments:
Post a Comment