/* Whatsapp css setting */ .tist{background:#35BA47; color:#fff; padding:2px 6px; border-radius:3px;} a.tist:hover{color:#fff !important;

Tuesday, 26 May 2015

Persebaran Anggota PPI Austria per 26 Mei 201

by Syifa Nurhanifah

Sering kali banyak yang bertanya dan berdengung di telinga, ada berapa sih anggota PPI Austria? 

Memang agak-agak susah dan gampang untuk menjawab  pertanyaan ini. Karena satu sisi, jika kita berpacu hanya dengan anggota aktifnya saja, maka bisa dihitunglah dengan jari berapa orangnya dan siapa-siapa orangnya. Namun jika kita menengok dan melototin database PPI Austria, maka jumlahnya lumayan banyak, dan susah untuk mengatakan angka pastinya, karena ternyata banyak juga anggota-anggota yang keberadaanya tidak diketahui, alias Unknown, apakah si dia-dia ini masih di Austria atau tidak, ditambah lagi ada juga si dia-dia yang sering nongol dan aktif dalam kegiatan-kegiatan PPIA, namun namanya tak terdaftar dalam database. Sehingga membuat galau sang pemegang database apakah si dia-dia ini bisa dikatakan anggota atau tidak. 

Tetapi untuk bisa menjawab pertanyaan: “berapa anggota PPI Austria saat ini?” 

Berikut saya lampirkan tabel dan grafik persebaran anggota PPI Austria yang bersumber dari database PPI Austria dari tahun 2008 – 2015
Selamat menyimak!


Tabel Persebaran Anggota Berdasarkan Kota dan Status Keberadaan:


Berikut ini adalah grafik perbandingan status antara Anggota yang tercatat aktiv dengan Anggota yang hanya sebatas terdaftar:



Dari grafik diatas terlihat sekali bahwa anggota PPIA yang aktif sebagian besar hanya berkisar kurang lebih 50% atau setengah dari keseluruhan anggota yang terdaftar masih di Austria, sisanya pasif dan tidak diketahui keberadaanya. 


Demikian sementara yang bisa saya sampaikan. Selebihnya kami memohon kepada rekan-rekan yang baru datang dan yang  telah datang, namun belum sempat mendaftarkan diri  untuk melaporkan/mendaftarkan diri as soon as possible di link berikut ini: 


Selanjutnya jika data memungkinkan dan telah ter-update lagi, maka akan ada tambahan kategori seperti quantitas jurusan-jurusan studi, jenjang studi yang diambil oleh anggota PPI Austria dan yang unik lainnya.

Jadi, ayook mari sama-sama dukung kegiatan sensus penduduk PPI Austria! 



Puisi dan Postcards untuk Hari Pendidikan


Hey beloved friends!

To remember and celebrate National Education Day (May 2), PPIA team has sent some postcards from Austria to some primary schools in Halmehera Selatan, Maluku Utara. We hope the postcards are really on their way and will arrive to the schools, safe and sound :)

This is what we write on the postcard/s, in hope to inspire the students, and the poem should inspire you too :) Happy reading! Have a nice day! :)





 Kamu berhak belajar.
Tentang dunia.
Dan segala keindahannya.

Kamu berhak berkembang.
Keingintahuanmu.
Kemampuanmu.

Kamu berhak menyaksikan.
Luasnya samudera yang gersang.
Putihnya awan yang melayang.

Dan kamu berhak mencicipi.
Derasnya salju.
Es yang kaku.

Kamu berhak merasakan.
Indahnya belajar.



Spring Greetings for Education Day

Kumaha Damang masyarakat Indonesia di Austria?
Semoga musim spring ini (summer soon!) merupakan lembaran baru bagi kehidupan kita semua. 

Karena tanggal 2 May adalah Hari Pendidikan Nasional, tema yang cocok untuk Newsletter May 2015 kali ini adalah tentang pendidikan. Ya, pendidikan adalah hak semua manusia. Dari anak tukang becak sampai anak seorang presiden, mereka berhak mengenyam pendidikan. Selain karena manusia dilahirkan dengan rasa keingintahuan, pentingnya pendidikan diantaranya untuk mendapatkan pengetahuan, pencerahan, pekerjaan, dan keahlian. Pentingnya kesempatan berpendidikan adalah hal yang perlu kita ingat dalam hari pendidikan nasional ini. 

Orang-orang hebat seperti Butet Manurung yang mendirikan Sokola Rimba adalah contoh memperjuangkan pendidikan bagi orang-orang yang tidak memiliki akses. Ia memiliki kesempatan belajar dan juga memberikan kesempatan bagi orang lain. Dan ini membuat saya berpikir.

Jadi, ada aspek lain yang menurut saya juga perlu diingat, pendidikan penting untuk menjadikan manusia yang lebih baik dan berkarakter. Saya tanya diri saya sendiri, "Apakah saya sudah menjadi manusia yang lebih baik? Apakah pengetahuan dan keahlian yang saya miliki menjadikan saya manusia yang lebih baik? Dan apa ukuran baik?"

Menurut saya, pendidikan tidak hanya sebatas pelajaran di sekolah atau universitas. Setelah kita berhasil berjuang dalam menyelesaikan pendidikan akademis, hidup pun juga merupakan sekolah. Sesuai dengan quote yang entah kenapa melekat di pikiran:

"You never stop learning until you die."

Saya setuju. Seperti bernafas.

And you can learn from anywhere from anyone, dengan tujuan: to be a better person.

Seperti pepatah, "padi semakin berisi semakin merunduk." 

Yang saya pelajari dari pepatah tersebut adalah semakin kita berpengetahuan, semakin kita rendah hati, sabar, dan menghargai satu sama lain. 
Ketika seseorang yang dengan segala prestasi, pengalaman, penghargaan, dan pendidikan yang tinggi, namun dia suka menyakiti orang lain, apakah itu mencerminkan orang yang berpendidikan?
Ketika dia dengan ahli mencuri uang publik, apakah itu pantas?

 Semua manusia berhak akan pendidikan untuk menjadi manusia yang berpendidikan. 





Belajar di Austria dengan Dosen Indonesia?

by Rafika Nurulhuda


Hallo!
Happy Spring! ... or Summer? :)


Apa kabar Klagenfurt? Sudah lama ya tidak dengar kabar dari kota kecil ini. Kami baik-baik saja, dan sedang sangat, sangat (I repeat, sangat) sibuk dengan studinya masing-masing. 

Tapi karena suasana AAU (Alpen-Adria-Universität) Klagenfurt sangat nyaman dan sangat dekat dengan danau Wörthersee...




...dan juga dikelilingi oleh indahnya alam, dengan bersepedaan dan menyapa bebek-bebek di danau, penat kami pun blasss hilang. (Yes, I am a little bit exaggerating.)

(Btw, 'kami' itu sebenarnya hanya saya dan teman saya yang sedang Phd, hehe. Yup, there are only two Indonesians in this university!)

Teman saya ini bernama Zulaicha Parastuty, seorang mahasiswi Phd dari program Innovations Management and Entrepreneurship. Biasa dipanggil Ika. (Jika Anda di bawah 30 tahun, panggilnya 'mbak Ika'. Kalau saya sih panggilnya 'tante Ika', karena saya jauh lebih muda darinya--kidding, mbak!)

Phd student, dosen, and a mother of 2. Perempuan ini memiliki semangat dan kecerdasaan--dan tentunya awet muda ;)

Minggu itu, ketika saya sedang mengambil course tentang Entrepreneurship, tiba-tiba saya dapat WhatsApp message dari mbak Ika: 'Rafika, aku ngajar jam 18.00.'

Sudah lama saya ingin melihatnya ngajar. Dan kebetulan topiknya sama dengan yg saya pelajari saat itu, jadi lumayanlah untuk lebih memperdalam. Walaupun telat karena baru selesai kelas, saya tetap masuk ruang kelasnya...

Saya duduk di row paling depan dan langsung amazed ketika ia mulai berbicara di depan kelas. I thought to myself, "Wow, this woman is really born to be a researcher, and a teacher."




Mbak Ika suka cerita tentang pengalaman-pengalamannya selama menjadi researcher, and I could never imagine myself in her position, so it must be something that she is really passionate about. Plus, dia semangat banget ngajarnya... Suara kerasnya lebih cocok untuk ngajar di lecture hall yang besar tanpa mic (trust me), dan dress code nya pun sengaja dipakai sebagai salah satu topik di lecturenya... thumbs up deh..

Ini jujur loh ya, bukan karena she's my friend, hehe. Bahkan, pada akhir kelas, mbak Ika minta masukan dari murid-muridnya tentang pelajarannya dan apakah ada yang perlu diperbaiki dari cara mengajarnya. Dan sepertinya hampir semuanya suka dengan cara ngajarnya, karena dia sangat enthusiastic... yang tadinya ngantuk, langsung bangun deh, apalagi waktu itu cuaca sedang mendung, enaknya tidur dalam kelas, hehe. Tapi di lecture mbak Ika, everybody has to listen.. not only because she has a loud voice, but also because the topic is interesting, yaitu Entrepreneurship.



Jujur, dulu saya dengar kata 'entrepreneurship' aja enggak suka. First, it's hard to pronounce. Second, it's hard to spell. Jadi dulu saya pikir, apaan sih...
Tapi, topik ini ternyata sangat menarik. 

Basically, menurut Wikipedia:
"Entrepreneurship is the process of starting a business or other organization. The entrepreneur develops a business plan, acquires the human and other required resources, and is fully responsible for its success or failure."

Kalau kita bicara entrepreneurship dari scratch (making a completely new business), proses ini dimulai dengan identifying, seeking, and exploiting an (business) opportunity. Pertanyaan-pertanyaan seperti, apa yang orang-orang butuhkan sekarang ini, yang bisa saya ambil kesempatannya? Find a gap in the market and try to fill it. Atau, kita bisa tanya diri sendiri, saya butuh teknologi apa atau benda apa yang bisa mempermudah hidup saya? Kemudian dibuatlah business modelnya (tentukan produk atau service apa yang ingin dibuat, apa yang membuat produk ini memiliki nilai lebih dari produk lain, target marketnya siapa, sumber dana, distribution and promotoion channel). Menurutku, seorang entrepreneur (baik yang sukses maupun tidak) itu dari awalnya sudah hebat: mereka berani mengambil resiko. There are always risks and uncertainties. 

Dan kenapa belajar entrepreneurship? Well, selain untuk menambah pengetahuan di bidang lain, siapa tahu ternyata kita jadi punya keingingan dan skills untuk membuat business dan membuka lapangan kerja. Isn't it nice if we are the ones making a job rather than finding a job? :)

Mungkin, pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana proses entrepreneurship?
Ada dua cara: causation (planning) vs effectuation (improvising). 

Screenshot ini saya ambil dari slide professor saya, Robert Breitenecker:


Intinya, cara causation (planning) berawal dari rencana dan tujuan yang pasti, kemudian means dan resources mengikuti. Dan effectuation (improvising) dimulai dengan melihat means (who am I? what  do I know? whom do I know? what do I have?) dan terbuka dengan ide-ide baru. 

Untuk memperjelas, mbak Ika memberikan contoh sederhana, "Coba, kamu pikirkan, kamu nanti malam mau makan apa?"

Jika Anda berkata, "Saya mau makan pizza."
Dan saya menjawab, "Saya ada pizza di freezer, jadi saya akan makan pizza juga."
Kemudian mbak Ika menambahkan, "Tapi ternyata kalian enggak punya pizza. Apa yang akan kamu lakukan?"

"Ah, saya akan ke supermarket dan beli pizza," Anda bersikeras, sambil mengerutkan alis.
"Oh, ya udah, saya akan lihat ada apa saja di kulkas, ya itu dinner saya," saya jawab dengan muka melas.

So, it was a simple example that you use the causation (planning) theory karena Anda memiliki target and you do anything to get it, dan saya menggunakan effectuation theory karena saya lebih memanfaatkan apa yang saya punya dari awal dan terbuka dengan hal baru. Understood? Stood...


Lebih tepatnya, mbak Ika mengajar course 'International Innovation Management and Entrepreneurship' untuk bachelor students. Karena ada kata 'international' nya, inilah kesempatan mbak Ika untuk memperkenalkan Indonesia. 

Untuk tema 'from local heritage, science to global taste', mbak Ika ber pose di depan kelas, "First, I want to ask you, what do you think about what I'm wearing today? Do you see anything different? Interesting?"

She goes on to explain that what she was wearing is a traditional clothing from Indonesia, with a design art called batik but a bit modernized. And interestingly, the drawings are mathematically designed.

"So this is a combination of art, science, and technology, which you will see in this video."

Happy watching, and hopefully you'll be inspired to become an entrepreneur :)


Monday, 25 May 2015

Phd Story: Agung Dewanto

by Rafika Nurulhuda

Dokter Agung Dewanto melukis outdoor, dikerubuti oleh anak-anak

"Keduanya tak saling mengganggu, malah saling melengkapi."  

Itulah jawaban dokter Agung Dewanto SpOG(K) yang berjiwa seniman ini, ketika ditanya, "Jika disuruh pilih, menjadi dokter atau pelukis?"

Menurutnya, pertanyaannya itu sama seperti pertanyaan, "Milih makan nasi saja atau telur saja?"

..............

Menekuni program Phd di bidang Ginekologi dan belajar seni lukis adalah dua dunia dan tentunya, prestasi yang tidak bisa lepas dari pria kelahiran 1973 ini. (Btw, manggilnya "pak", "dokter", "om", "bang", atau apa ya? hehe)

"Teman di bawah umur 30 panggil aku simbah, karena sudah tua, hehe, sudah 42 nih."

(Yang penting tetap young spirit dan berprestasi, mbah, hehehe)


Selama 3 tahun di Innsbruck, beliau mendalami masalah endometriosis sebagai topik risetnya. Saya pun langsung semangat bertanya-tanya mengenai hal ini, karena sepertinya zaman sekarang banyak wanita yang mengalami masalah ini. 

"Dari istilahnya, endometriosis mirip endometrium. Endometrium adalah jaringan yang letaknya melingkupi bagian dinding bagian dalam rongga rahim. Pada endometriosis, terdapat jaringan mirip endometrium tapi letaknya di luar dinding bagian dalam rongga rahim," jelasnya.


Beberapa teori penyebab endometrisis tersebut adalah antara lain "Dari sebab imunologi, dan sebab sebab metaplasia, yaitu perubahan bentuk dan sifat cell. Ada orang  yang tidak terdeteksi menderita endometriosis, sampai kemudian secara kebetulan ditemukan karena ada masalah infertil atau sulit punya anak, sampai ke penyebaran endometriosis ke organ dalam seperti usus, saluran kencing, dan menimbulkan gejala terutama nyeri kronis dan gejala lainnya tergantung pada organ mana yang terkena endometriosis."

Lalu, bagaimana pengobatannya?


"Pertama, diagnosis ditegakkan dengan laparoskopi, yaitu operasi dengan laparoskopi, alat yang dirancang seperti teropong. Jadi dilihat lewat kamera. Jika diagnosis telah tegak, jaringan endometriosis dibuang atau dieksisi (dipotong bagian endometriosisnya). Pengobatan dengan hormon bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyerinya, meski bukan jaminan."

Risetnya saat ini adalah tentang bagaimana jaringan endometriosis tumbuh dan berkembang, mengapa dapat infiltrasi, dengan melihat dan menganalisa beberapa growth factors dan receptors, dan bagaimana persarafannya.

"Sejauh ini hasilnya seperti hipotesis yang saya buat. Agak beda dengan riset yang sudah dipublikasi oleh peneliti sebelumnya."



"Sebelum tahun 2011, saya bukan dosen. Saya jadi dosen ketika selesai sekolah konsultan. Dokter konsultan disini disebut Oberartz. Oberartz itu kan harus Fachartz dulu. Fachartz saya Obsgyn. Oberartz saya endokrin ginekologi. Kemudian saya ditarik jadi dosen disuruh S3," ceritanya.

Sebenarnya, Berlin adalah awal tujuan tempat studinya. Namun, karena ada masalah dengan administrasi, beliau pindah ke Innsbruck. Uniknya, proposal thesisnya tetap sama, supervisornya ada dua, yaitu dari Berlin dan Innsbruck, dan bahkan sebagian sampel dari Charite Berlin. 

Hal yang menjadi tantangan sendiri adalah tingginya standard riset S3 di Eropa, dan adanya dua professor supervision dari beda negara dan beda universitas. 

"Aku dulu pegangnya pisau bedah, tiba-tiba pegang pipet di usia tak muda lagi. Pingin dan kangen balik ke ruang operasi. Kangen kerja di daerah terpencil lagi, hehe."




Selain kesibukannya sehari-hari dalam riset, dokter asal Jogjakarta ini menyempatkan waktu 1-2 jam sehari untuk mendalami hobinya melukis. Sudah 1,5 tahun, sebulan sekali, beliau mengambil kursus melukis di Akthof Munchen (akthof.de). 


"Sekarang masih belajar classic. Masih basic. Apa yang dilihat itu yang digambar. Di tempat kursus, disediakan dan diajari melukis dan drawing model. Modelnya bisa orang, barang, buah sayur, landscape, semua lah.  Semua itu untuk mempelajari komposisi, warna, proposisi, proyeksi, itu standard ilmu fine arts."

Alangkah indahnya jika dapat menenuki hal-hal yang diimpikan tanpa harus meninggalkan salah satu. Bakat dan minat dalam bidang seni ternyata sudah muncul sejak "dibelikan pensil warna", namun tidak sempat dikembangkan, karena menurutnya, jika dibandingkan dengan seni tarik suara, seni lukis tidak terlalu dihargai di Indonesia. (Kalau sekarang, menurut kalian, sudah dihargai belum ya? :))

"Saya waktu kecil milih menyanyi daripada melukis, karena lebih dihargai dan lebih sering mendapat penghargaan, walaupun bukan no 1. Dan cita-cita saya jadi arsitek."

Pada saat itu, nilai biologinya lebih baik daripada fisika dan kimia, tetapi pilihan pertama tehnik. Namun, nasib berkata lain, jadilah beliau seorang dokter yang tidak melupakan passion-nya dalam berseni.


"Umumnya orang Indonesia bilang lukisan saya biasa saja. Ketika saya iseng melukis teman saya disini, mereka bilang bagus. Banyak support dari teman bule, bahkan mereka mau jadi model gratis. Itu modelnya teman bule, rela pakai dindrl. Takjub deh saya. Di Indonesia lukisan saya dianggap jelek. Emang jelek sih ya, haha."


Menurutnya, sulit menemukan orang Indonesia yang bersekolah dan paham tentang seni, karena pengalamannya sendiri, sejarah seni dan ilmu seni di Indonesia sangat kurang diajarkan di sekolah umum. 

"Saya pikir, oh rupanya beda selera, tapi bule sini yang sekolahan juga tahu seni, sejarah seni, renaissance, impresionism, bahkan pointilismus juga tahu."

Sejauh ini, jumlah lukisannya sudah mencapai sekitar 30 dan ada beberapa yang dibeli dan diberi ke orang lain sebagai hadiah natal, hadiah pernikahan, atau ulang tahun. 

"Saya enggak niat jual awalnya. Buat hadiah, eh malah dikasih duit. Katanya, ini terlalu berlebihan untuk sebuah hadiah."



Ternyata, rumah sakit di Eropa disediakan tempat pameran lukisan dan itulah kesempatannya untuk memamerkan karya-karya seninya. 

"Memang disediakan untuk lokal artis tapi harus pesan 1 tahun sebelumnya. Senang bisa menghibur pasien. Kalau di Indonesia kan bisa hilang tuh. Dan di Indonesia isinya program penyuluhan bukan karya seni."

Tiap orang memiliki bakat yang berbeda-beda, yang jika tidak diasah, akan sia-sia. Jadi yang terpenting adalah, keep on practising. Bahkan orang yang tidak berbakat "dari sananya", tapi karena dia tetap menekuninya, dia bisa lebih "sukses" daripada yang secara lahiriah berbakat. Intinya, just keep on going, whatever the society says.

"Guru lukis saya di Munich lulusan Akademi Bildende Kunst bilang: tahu apa mereka tentang lukisanmu. Terus aja melukis. Tentang bakat, kamu tahu ga, bakat itu cuma sekian persen dari kesuksesan pelukis. Masalah tehnik itu butuh latihan."

Sumber foto: Agung Dewanto (Facebook)


Friday, 22 May 2015

Movie Night (Mei 2015): Temple Grandin & BBQ!

by: Rasmi Silasari
foto: Evi mulyani


"Mencurigakan...", batinku sambil ngeliatin langit Sabtu 2 Mei yang mendung setengah-setengah kayak mau hujan tapi nggak niat. Nggak heran sih sama cuaca yang demikian, secara Kota Wina akhir-akhir ini memang lagi hobi gerimis. Apalagi menjelang weekend (padahal sepanjang weekday cerah, graow!), kayak nggak seneng aja lihat orang-orang lagi libur mau leyeh-leyeh sunbathing. Lebih lagi kalau weekend-nya long, makin bersemangat lah hujannya. Cuaca buruk yang sudah kejadian beberapa weekend ini makin nggak menyenangkan ketika ada rencana untuk bikin acara outdoor. Yoi banget, Movie Night kali bakal diawali dengan acara BBQ-an! Bakar-bakar ayam!! Makan bareng outdoor!!! Tapi ya bakal bubar juga kalau mendadak hujan... Jadi inget temenku orang Spanyol yang hobi banget piknik pernah komen: "Asap daging bakar itu ampuh menangkal hujan." ....teori dari mana pula. Balik lagi ke langit yang tadi mendungnya nggak niat, sekarang malah makin gelap dan berangin. Jarum jam udah di angka tiga. Acara BBQ bakal mulai jam empat. Hmm, depresif.
 
Alamat nganggur beliau kalau sampai hujan...


Berhubung mesti nyampe duluan di lokasi buat masang laptop untuk nonton bareng, berdiri lah aku di tengah lobi KBRI yang gelap dan sepi krik-krik. Mas Aryo sang PJ bagian rumah tangga KBRI muncul dari koridor samping. "Itu Mbak, alat BBQ nya sudah dipasang di teras." "Oh, udah di luar? Nanti kalau hujan gimana ya?" "Hujan? Tapi tadi cerah kok Mbak." "Cerah??" Aku samperin itu alat panggangan yang sudah bertengger nganggur di teras belakang KBRI dan eng-ing-eng: WUAH MEJIK LANGITNYA CERAH. Emang sih aku sering dalam mode auto pilot (a.k.a ngelamun) kalau lagi jalan kaki, tapi bisa-bisanya aku nggak nyadar kalau mendungnya udah ilang entah ke mana! Nggak perlu asap daging bakar segala; ngeluarin panggangan di luar aja udah ampuh buat menangkal hujan, absurd canggih banget nggak sih.

AKHIRNYA BBQ-AN JUGA *terharu*

Mungkin agak keliru juga ya bikin acara di tengah-tengah long weekend, walhasil banyak yang berhalangan dan hanya tersedia 15 orang untuk menghabiskan ransum ayam sebanyak empat ekor... atau malah hal bagus karena berarti JATAH MAKIN BANYAK. Yah paling engga acara BBQ berjalan lancar dan tanpa hujan; dan makin menarik karena kokinya bule cuy! Perkenalkan pemuda Austria serba bisa bernama Albin yang banyak banget jasanya mulai dari bantu bawa-bawa bahan makanan, nyiapin api, menenangkan bu ketua saat senewen, sampe bakar-bakar ayam saat kita lagi asik makan dan lupa kalau si ayam tersebut nggak akan membakar dirinya sendiri. Ngomong-ngomong kalau ada yang penasaran kenapa Herr Albin ini bisa nyasar ke acara PPIA silakan dikonfirmasikan sendiri ke ibu ketua karena sekretaris dilarang berspekulasi. Sekian dan terima kasih.


Meyakinkan banget kan kokinya~

Bakar-bakar ayam + cuaca cerah – mesti bakar sendiri = happy girls people!


Setelah kenyang yang bikin ngantuk dan males nyalain laptop (tadinya udah kusaranin, "gimana kalau nggak perlu nontonnya?" Yang dibalas oleh pak waketu dengan: "YAELAH") akhirnya kejadian juga Movie Night yang sebenarnya pukul 18:00 (yang mana gelap pun belum tapi disebut 'night'??). Filmya 'Temple Grandin', keluaran 2010, yang main Claire Danes yang dulu main jadi Juliet di ‘Romeo + Juliet’ keluaran 1996 bareng Leonardo DiCaprio yang belum-belum juga menang Oscar. Filmnya keren *udah gitu aja biar nggak spoiler berkepanjangan*. Karena tanggal 2 Mei bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (jangan kebalik sama Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei) kita punya ide untuk nonton film yang bertema pendidikan *tadinya aku mau usul 'American Pie' tapi kayaknya bakal langsung dibakar surat pengajuannya*. Jadi si Temple Grandin ini adalah tokoh nyata—ilmuwan industri ternak yang bisa dapet PhD dan bikin banyak penemuan bermanfaat nan inovatif—yang juga mengidap autisme. Jadi kapan-kapan kalau ada yang komen, "ih gue nggak nyambung deh sama si Y, anaknya autis banget," itu mungkin bisa diartiin jadi, "aduh gue nggak nyampe deh ngomong sama si Y, anaknya jenius banget." Nah lho.

Itu lho Mbak Claire Danes yang manis ituh


Demikian saja laporannya; penulisnya laper ngeliatin foto orang pada makan. Movie Night PPIA berikutnya tanggal 25 Juli lho! Kalau ada ide acara sampingannya, atau ide judul film, atau ide mau makan-makan apa (BBQ, ngerujak, nyate, dan sejenisnya yang nggak penuh tantangan teknis seperti: ngambing guling) kirimin aja ide kalian lewat kotak komentar/form kontak/email PPIA. Ditunggu kehadiran kalian semua Juli nanti dengan film yang pastinya lebih x-rated high-rated! ;p Schönes (vielleicht nicht so...) Wochenende! 

Thursday, 21 May 2015

Mein Salzburg: Klein aber fein

by: NCS

Friend: Have you ever heard about Mozart? 
Me: Yep
Friend: How about Sounds of Music?
Me: mm...yes but not much
Friend: Salzburg?
ME: haeh? what? is it a castle name or what?
Friend: *silent*

Well, it was the first time I heard about Salzburg, namely three years ago when I was still working as an Au Pair in Germany. A friend of mine mentioned this town, hmm..ok city, she said to consider Salzburg as my next destination (continuing my "career" as an Au Pair at that time).

Why? Because the city is really beautiful, surrounded by mountains, and the birthplace of Mozart. But contrary with its popularity, Salzburg for me was simply an unknown city. I was thinking "what? Salzburg? Mozart? I thought he came from Germany (but hold on! At this point I was right! Story from mouth to mouth, Mozart's parents are originally from a city in Bavaria, who moved to Salzburg)", to be honest I just knew Vienna if people mentioned Austria.

I was curious how beautiful Salzburg is, mentioned this city to 100 random people, 101 of them said "Oh Salzburg, its a wonderful city!" "Really? Hmm...". Arrived in Salzburg for the first time, it was 23 January 2013, my first impression was "Akh moe! Es ist ja voi schirkch!" means "hell ugly!" It was grey, windy, and silent. Oh! One more thing! NO TRAM!. It took awhile to prove my self that this city is really beautiful. Yeah, namely 7 months (more and less)! But know I always proudly say "Mei Salzburg is klein aber fein (My Salzburg is small but lovely)" Check out some of my photo collection and some pictures from internet:

View from Mirabel Garden
(source: http://www.bergheim-tourismus.at/en/bergheim-salzburg/salzburg-city.html)
Salzburg in the daytime
 (source; http://www.gmachl.com/en)
Sound of Music Castle a.k.a Leopoldskron Castle
(source: https://theworldunplugged.wordpress.com/about/salzburg-academy/)
Salzburg at night
Senja kala itu di musim gugur
One of bridges in Salzburg

Everyday Salzburg has more than 1000 visitors, numbers that increase or decrease depending on the season. But whenever it is, I will always encounter with the tourists; SLR/Pocket Camera complete with Selfie stick, Map, and Backpack.

My lists of "to visit in Salzburg" are:

1. Mirabel garden, it's about 750m from old town, this garden is really beautiful, the best time to visit in spring to summer (between April to September).

2. Walk up the mountains, Dont be lazy and hoppy! Hoppy! Up to the mountains! Salzburg is surrounded by four mountains. They are not so high that is possible to have a walk. Three mountains that I recommend are Festungsberg (where the Hohensalzburg Castle is) it's about 542m, then Mönschberg (my favorite running area), it's about 540m and connected with Festungsberg, here you can find at least 3 castles and of course the walls, both are in old town side. The other one, Kapuzinerberg is about 600m above sea level, the best spot for Salzburg view.

3. Visit theater or concert, it's really interesting! If you want to visit Salzburg, please check events that will be held during your stay, and try to take a part.

4. Museums: there are a lot of Museums in Salzburg, if you're interested win it, I recommend you to buy Salzburg Card, so you will get discount or even free entry.

5. Hang out, if you like parties or you're kinda of a classy person, just try to find this street Gstättengasse. There are Republic, Halfmoon, Segabar, Budha lounge, Soda Pub, etc. If you prefer to hangout at Pub so I reccomend you to go to Kaigasse. Best time to hangout are on Wednesday nights, Fridays or Saturday night.

6. If you really consider for really good quality of chocolate (or if not Mozartkügel which you can find in every supermarket in Austria), try one in Confesiere Berger at Kaigasse 39 or another small shop at the corner at Getreidegasse.
What else..??

7. For easy-to-find but authentic Salzburg cuisine, try Sternbräu at Griesgasse 23 (otherside of famous Getreidegasse Passage)

My "dont forget to bring" list if you visit Salzburg (Spring and Autumn):

1. Umbrella: rain will come whenever it likes, so make sure that you always have it in your bag.
2. Scarf and gloves: when it gets dark, the temperature will fall down (sometimes) extremely, so make sure you have something to warm up ur neck and hands.
3. Waterproof shoes/boots

One but not least : DONT COME BY CAR!
Salzburg has the worse traffic in Austria. The main street in some spots are narrow and mostly under construction. If you like to waste your time in your car stuck in traffic jam, then go ahead! Beside it's difficult to find parking place. Better use public transportation or rent bike especially when the weather is nice, fresh, and healthy.

Below you can find some infos about Salzburg:
Salzburg Info                         : http://www.visit-salzburg.net/travel/things_not_to_do_in_salzburg.htm
                                                 http://www.salzburg.info/en/