/* Whatsapp css setting */ .tist{background:#35BA47; color:#fff; padding:2px 6px; border-radius:3px;} a.tist:hover{color:#fff !important;

Monday 23 February 2015

Paraglider Indonesia Menyabet Gelar Terbaik di Liga Paragliding Austria 2014



by Rafika Nurulhuda

Dari hobi melayang-layang di udara akhirnya menjadi juara dan menjelajah langit Austria. Kalau saya bayangkan, seperti menerbangkan layang-layang: perlu ketelitian dan kesabaran dan akhirnya bisa terbang di udara--tapi yang satu ini orangnya ikut terbang!

Paragliding, atau dalam bahasa Indonesianya "paralayang" adalah "olahraga terbang bebas dengan menggunakan sayap kain (parasut)...untuk tujuan rekreasi atau kompetisi" (menurut Mas Wikipedia). Ngomong-ngomong kompetisi, ternyata ada orang Indonesia yang saat ini berdomisili di Klagenfurt, Austria, yang telah memenangi kompetisi paragliding pada tahun 2014 lalu.

Sebut saja Yoshi Pasha (bukan nama samaran). Pada ajang Liga Paragliding Austria 2014, ia berhasil mendapatkan nilai tertinggi sehingga menjadi juara pertama. Not only that, he is the first Indonesian and first Asian to win this award. *claps*

Apa sebenarnya yang dinilai dalam kompetisi paragliding? Apakah ada "kesenangan tersendiri" dalam berlayang-layang di udara? Bagi para adrenaline seekers dan yang tertarik untuk coba, apa syarat untuk menjadi paraglider dan tandem (terbang berdua dengan trainer)?


Olahraga paralayang terinspirasi dari parasut yang digunakan saat Perang Dunia ke-1. Kemudian, bentuk parasut dikembangkan untuk lebih memudahkan melayang di udara, dan dikembangkan lagi untuk rekreasi dan terbentuklah olahraga paragliding. Paragliding World Championships yang pertama diadakan di Kossen, Austria pada tahun 1989. (http://www.circlinghawk.com/history.html)

"Olahraga udara ekstrim yang tidak hanya menuntut kemampuan fisik, tapi juga membutuhkan skill dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi", begitu kata Yoshi.

Walaupun dapat dikategorikan sebagai olahraga ekstrim, bagi paragliders, it is worth the try, karena katanya sih.. kita bisa merasakan kebebasan berpetualang dan pastinya menikmati pemandangan yang indah dengan bird's eye view (atau layang-layang view :p)


Berbagai tempat di Indonesia telah ia jelalahi, diantaranya Danau Toba, Puncak, Majalengka, Parangtritis, Wonogiri, Kemuning, Batu, Nusa Dua, dan Maninjau. Baru-baru ini, langit Austria menjadi saksi kemenangan paraglider Indonesia ini. Berkat bekal ilmu dari Indonesia dan setahun belajar di klub lokal di Klagenfurt, ia qualified untuk mengikuti Liga Paragliding Austria.

"Tahun 2014 saya mendapat beberapa podium dan raihan nilai saya tertinggi di akhir seri, yang menjadikan saya juara 1 di kelas yang saya ikuti dan mendapat trofi Pendatang Baru Terbaik 2014." Kompetisi ini terdiri dari 12 seri di 12 kota setiap tahunnya. "Tapi tahun kemarin karena cuaca kurang mendukung, cuma 4 yang terselenggara." Dari mengikuti ke-4 seri ini, ia mendapat total nilai tertinggi. (http://www.paragleiter.org/)

Ia pun menjadi orang Asia pertama yang qualified di Liga Austria dan orang Asia pertama yang bisa jadi juara 1, dan dilakukan di tahun pertama. Dan hingga saat ini, ia masih tercatat sebagai orang Indonesia dengan rekor terbang paragliding terjauh dalam beberapa kategori, dan berdiri di rank 1 Indonesia pada daftar Paragliding yang dikeluarkan oleh FAI (Badan Olahraga Udara Internasional).


Paragliding memerlukan beberapa disciplines. Yang paling bergengsi dan tingkat kompetisinya tinggi adalah paragliding XC. "Lombanya secara deskripsi hampir sama dengan rally tapi di udara. Start dalam waktu yang bersamaan dan menuju beberapa waypoint yang telah di set sebelumnya via GPS. Menuju finish di titik yang sama, dan dihitung waktu tercepat."

Itulah yang membuat ia menang. Ia juga sering mengikuti kompetisi baik di Austria (HöheWand Pokal, Austrian Open, dan Schmittenpokal) maupun di negara lain, seperti Slovenia (Paragliding Winter Cup, Parastajerka Open, dan Soca Valley Open), Spain (GIN Wide Open), dan Jerman (Hessische Landesmeisterschaft).

Selain itu, paraglider kelahiran Batu, 27 Juli ini memiliki sekolah paragliding yang ber-homebase di Batu. Ia menjelaskan, bahwa untuk bisa menjadi paraglider, perlu training khusus, yaitu mengikuti course basic selama sekitar satu bulan untuk memperoleh lisensi beginner. Dan hasil riset sang penulis di Mbah Google, harga course (di Indonesia) berkisar antara 3 juta sampai 6 juta, tergantung paket yang dipilih (dan setiap sekolah paragliding memiliki harga yang berbeda-beda). Harga perlengkapan komplit sekitar 2000-3000 USD dan ada second hand juga loh (http://gendonsubandono.blogspot.co.at/2006/01/). 

"Di course tersebut akan ada materi teori, groundhandling (mengendalikan parasut di darat), simulasi takeoff-terbang-landing, terbang dengan panduan instruktur, ujian, dan lisensi. Perlengkapan paragliding ada parasut paralayang, harnes, carabiner, parasut cadangan, helm, dan radio komunikasi."


Namun, bagaimana dengan orang-orang yang hanya ingin coba sekali dua kali?

"Paragliding bisa secara instan dirasakan sensasinya melalui tandem, dengan biaya 150€ (Austria) atau Rp.350rb (Indonesia). Jika adrenaline saat tandem dirasakan cukup menarik hati, bisa dipertimbangkan untuk belajar terbang solo. Atau di sekolah paragliding saya di Indonesia, www.ayokitakemon.com", ajaknya.

Terdapat banyak sekolah paragliding di Austria. Tetapi menurutnya yang paling ekonomis adalah belajar melalui klub paragliding. "Di Austria terdapat batas jelas antara sekolah paragliding (profit oriented) dan klub paragliding (non profit oriented). Ada ratusan bahkan mungkin ribuan tempat start paragliding di Austria dengan pegunungan Alps nya. Carinthia juga memiliki banyak area terbang, tetapi ada beberapa yang populer bagi para paraglider: Emberger Alm - Gerlitze - Radsberg - Goldeck - dan lain-lain." Ia pun gabung dengan komunitas paragliding di Indonesia yang bernama PGPI (Persatuan Gantole dan Paralayang Indonesia) dengan nomor anggotta PG 0823.



Olahraga yang ia tekuni selama 8 tahun ini membawa hasil yaitu membawa nama Indonesia di luar negeri dan pastinya banyak sekali pengalaman-pengalaman berharga dan tak terlupakan.

"Di Gemona-Italy 2014, saat harus mendarat, di lokasi yang jauh dari mana-mana dan membutuhkan waktu 4 jam hiking dengan bantuan GPS ke desa terdekat, sambil membawa tas parasut 20 kg, sendirian, malam hari, enggak ngerti bahasa Itali, duit tinggal 20 EUR," ceritanya.

Selain itu, pastinya lebih banyak fun, seperti melihat panorama dan landscape yang tak bisa dilihat dari darat, bertemu dengan banyak orang dari berbagai negara dan background, berdiri di podium, dan berpetualang seru di setiap event.



"Mohon dukungan dari pembaca.. doa, like, follow, apa aja diterima dengan senang hati untuk musim kompetisi 2015."

Yuk, mari, kita doakan dan dukung Yoshi Pasha!

Great Adventures, Happy Landings!



Referensi foto-foto:
FB Paragliding Indonesia in Europe
@yoshipasha (instagram)
yoshipasha.webs.com

1 comment:

  1. bangganya dengan Indonesia ini. berarti paraglider kita bisa juga freestyle paragliding

    ReplyDelete